Bandarlampung, Seminung.com – Proses mediasi terkait sengketa lahan milik Yayasan Bhakti IMI Lampung antara beberapa pihak yang sebelumnya absen, kini mulai menunjukkan titik terang. PT Mandala Bakti Sentosa (MBS), yang sebelumnya tidak pernah hadir dalam proses mediasi, akhirnya menghadiri mediasi dan berlangsung dengan lancar. Agenda mediasi berikutnya dijadwalkan pada tanggal 28 Oktober 2025.
Namun demikian, perdebatan mencuat mengenai keterlibatan PT Bumi Persada Langgeng (BPL) sebagai Tergugat 3 (T3) dalam perkara ini. Kuasa hukum YBIL M. Oryzha Al Ghazali, S.H., M.Kn., menjelaskan bahwa keterlibatan BPL dilatarbelakangi oleh keterkaitan sejarah kepemilikan dan penerbitan sertifikat atas tanah yang disengketakan.
“Awalnya, Safei Tjakra (T1) mendirikan PT Bumi Persada Langgeng pada tahun 2004. Meski pada tahun 2015 Safei sudah tidak menjabat dan tidak memiliki saham lagi di sana, sertifikat atas nama BPL tetap muncul. Tercatat ada dua SHGB atas tanah tersebut, satu atas nama PT Mandala Bakti Sentosa dan satu lagi atas nama PT Bumi Persada Langgeng,” jelas Oryzha.
Ia menambahkan, informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa sebagian lahan tersebut diduga pernah diterbitkan sertifikat atas nama T1. Namun, yang paling jelas dan tercatat, sertifikat resmi saat ini berada atas nama T2 dan T3, yang menjadi dasar pelibatan PT BPL sebagai tergugat dalam gugatan ini.
Ketua Yayasan Bhakti IMI Lampung, Tisnawati, dalam sesi mediasi juga menyampaikan bahwa pihaknya mempertanyakan klaim dari PT BPL yang menganggap sengketa tanah 8,7 hektar sudah diselesaikan melalui putusan pengadilan.
“Putusan pengadilan yang dimaksud itu menyangkut sengketa antara masyarakat dan bukan berkaitan langsung dengan tanah milik yayasan. Maka, kami menilai pelibatan PT BPL sebagai tergugat sah dan relevan,” ujarnya.
Oriza kembali menegaskan bahwa gugatan ini adalah perkara baru yang dikemas dalam bentuk Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena PT BPL telah menerbitkan sertifikat dan melakukan pembebasan lahan di atas tanah milik yayasan.
Dalam proses mediasi, kuasa hukum T1 (Safei) hadir dan menyampaikan harapan agar pertemuan selanjutnya dapat dihadiri langsung oleh Safei untuk mencari penyelesaian damai. Disebutkan juga bahwa Safei sebelumnya memiliki hubungan baik dengan yayasan, bahkan sempat menandatangani perjanjian nomor 33 terkait lahan milik Yayasan Bhakti IMI Lampung.
Tisnawati turut mengungkapkan bahwa sebelum T1 dan T2 masuk ke lokasi pada tahun 1994–1997, pihak yayasan sudah terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan. Ia menyebut bahwa pembebasan oleh T1 dan T2 hanya mencakup sekitar 20–40 persen lahan, dan belum sepenuhnya selesai.
Sesuai dengan ketentuan, proses mediasi yang memiliki batas waktu 30 hari kini diperpanjang menjadi 60 hari, sebagaimana disepakati dalam pertemuan hari ini.
Yayasan Bhakti IMI Lampung menegaskan bahwa lahan yang disengketakan adalah sah milik yayasan, dan pihaknya tidak mengakui klaim sepihak dari pihak lain yang telah menerbitkan sertifikat tanpa sepengetahuan yayasan. (*)













